BIAYA MAHAL
CALON GUBERNUR
.…biaya yang harus disediakan para calon
yang berlaga di pemilihan gubernur,
Para calon gubernur setidaknya harus
mampu menyediakan dana minimal Rp 100 miliar.
(Kompas, 6 Maret 2013)
Pendahuluan
Pernyataan di atas adalah merupakan sebuah
fakta yang berhasil di ungkap oleh Kompas.com
dalam kalkulasi biaya politik, terkait majunya sejumlah pasangan bakal calon
dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah pada bulan Mei tahun 2013. Sungguh di luar
dugaan jika kita mencoba menganalisis dan mencari tahu seberapa besar biaya
yang di keluarkan oleh seorang kandidat PILKADA GUBERNUR. Padahal jika dilihat
dari fungsi dan wewenangnya, seorang Gubernur tidak lebih dari bawahan Presiden
untuk menjalankan Dekonsentrasi dan tugas pembantuan lainnya yang berada di
tingkat provinsi. Dana minimal 100 Miliar adalah jumlah yang cukup fantastik,
dan tidak sebanding dengan apa yang akan di capai sebagai seorang gubernur.
Pengakuan
lain datang dari
DPD Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Jabar yang mengasumsikan biaya
politik bagi pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur (cagub/cawagub) Jabar pada
Pilgub 2013, bisa menembus angka Rp340 miliar. Paling tidak, pasangan calon
harus mengantongi biaya sebesar Rp 175 miliar. Sebagian besar penggunaan biaya adalah untuk biaya pembelian stiker, baliho, kaos, serta biaya operasional lainnya.
Sumber lain[1] menyebutkan bahwa Seorang
gubernur terpilih pernah bercerita kepada penulis bahwa ia harus mengeluarkan dana tidak kurang dari Rp5 miliar
hanya untuk membuat baliho, bendera,
serta spanduk yang dipasang di berbagai sudut
kota dan desa di setiap kabupaten dan kota di provinsinya. Itu belum termasuk dana untuk mendapatkan "perahu tumpangan politik" dari partai- partai pendukung, bila yang mendukungnya adalah tujuh atau delapan partai kecil dan masingmasing meminta dana politik sebesar Rp500 juta, bisa dibayangkan berapa miliar yang harus dikeluarkan oleh sang bakal calon hanya untuk mendapatkan tumpangan politik semata. jika dijumlahkan, biaya untuk menjadi calon gubernur dan wakil gubernur tak kurang dari Rp30 miliar,sedangkan untuk calon bupati dan wali kota tak kurang dari Rp15 miliar! Angka yang sebenarnya bisa jauh lebih besar dari itu,tergantung pada luas wilayah, jumlah penduduk, dikenal atau tidaknya sang calon kepala daerah, serta berapa partai yang mendukungnya.
kota dan desa di setiap kabupaten dan kota di provinsinya. Itu belum termasuk dana untuk mendapatkan "perahu tumpangan politik" dari partai- partai pendukung, bila yang mendukungnya adalah tujuh atau delapan partai kecil dan masingmasing meminta dana politik sebesar Rp500 juta, bisa dibayangkan berapa miliar yang harus dikeluarkan oleh sang bakal calon hanya untuk mendapatkan tumpangan politik semata. jika dijumlahkan, biaya untuk menjadi calon gubernur dan wakil gubernur tak kurang dari Rp30 miliar,sedangkan untuk calon bupati dan wali kota tak kurang dari Rp15 miliar! Angka yang sebenarnya bisa jauh lebih besar dari itu,tergantung pada luas wilayah, jumlah penduduk, dikenal atau tidaknya sang calon kepala daerah, serta berapa partai yang mendukungnya.
Jika di telisik PEMILIHAN kepala daerah
(pilkada) langsung yang notabennya bertujuan agar otoritas
pemerintahan di daerah ditopang oleh legitimasi yang kuat
dari rakyat justru mendatangkan bencana. Uang di hambur-hamburkan dengan jumlah miliaran di anggap mahar politik. Hal ini mengundang banyak kritik lantaran mahalnya biaya politik yang harus ditanggung calon kepala daerah beserta pasangannya.
dari rakyat justru mendatangkan bencana. Uang di hambur-hamburkan dengan jumlah miliaran di anggap mahar politik. Hal ini mengundang banyak kritik lantaran mahalnya biaya politik yang harus ditanggung calon kepala daerah beserta pasangannya.
Sekilas gambaran di atas
menunjukan bahwa masih terdapat pemahaman umum bahwa kandidat yang mengeluarkan
uang paling banyak akan memiliki peluang yang lebih besar dalam menarik massa
dan dapat memperoleh suara yang besar.
Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menguraikan kenapa politik itu
mahal? Dari mana sumber dana yang di dapat oleh calon gubernur, berapa besar
dana yang di perlukan, hal ini akan menunjukan bahwa maraknya politik uang yang
berlaku di PILKADA Gubernur di Negara kita. Di bagian penutup penulis akan
memberikan sedikit gambaran mengenai agenda kedepan agar PILKADA yang
meringankan dapat terwujud perlahan-laha.
Politik =
Mahal di sistem Dekokrasi
politik adalah sebagai kegiatan mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat (Ramlan Surbakti : 1992:5). Kekuasaan
politik dapat di peroleh dari besar kekayaan atau uang yang di miliki. Muncul
sebuah asumsi bahwa semakin banyak uang
atau logistic yang di gunakan dalam kompetisi pemilihan jabatan politik,
semakin besar peluang untuk memenangkan kompetisi tersebut. di era demokrasi, membicarakan kenapa muncul
presepsi masyarakat secara umum, bahwa politik itu mahal memiliki akar
teoritiknya.
Secara
konseptual, demokrasi merupakan sistem yang tepat dalam masyarakat yang
kompleksitasnya terus melaju. Sejak kelahirannya, demokrasi diharapkan menjadi
jalan bagi kebuntuan tata sosial feodalis. Demokrasi harus bisa memecahkan
problem-problem keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan lain-lain. Dan akhirnya,
demokrasi diharapkan menjadi instrumen politik yang progresif. Tetapi harapan
itu ternyata berbeda dengan kenyataannya. Konsepsi “agung” itu, dalam
prosesnya, menjadi alat untuk mengelabuhi, menjadi tumpu bagi kaki-kaki
borjuasi. Marx menyebut ini sebagai demokrasi borjuis.
Sejak awalnya, Marx dan Engels sudah menganalisa watak demokrasi borjuis ini. Dalam The Origin of the Family, Engels memberikan gambaran bahwa di bawah demokrasi borjuis hak-hak
warga negara ditentukan oleh kekayaan. Ini menegaskan secara eksplisit bahwa
negara borjuis merupakan sebuah organisasi milik kelas yang berpunya untuk
menguasai kelas yang tak berpunya.
Analisa Engels
ini terjadi saat negeri ini masih hutan belantara. Namun sampai hari ini,
ironisnya, demokrasi borjuis yang datang dengan maksud mendampingi modal ini terus
dipuja-puja dengan riuh sorak dan gegap cinta. Dalam diskusi panjang yang
tertulis di Reform or
Revolution, Rosa Luxemburg
memberikan gambaran yang jelas bahwa demokrasi borjuis telah memberikan
sumbangan yang besar terhadap perkembangan kapitalisme. Ini artinya, ada
hubungan struktural antara demokrasi borjuis dengan kapitalisme, sebuah
hubungan antar kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
Terkait dengan teori di atas, lebih lanjut Dalam
tulisan Jesus S. Anam tentang Kenapa biaya
politik semakin mahal? Di jelaskan bahwa
terdapat pertemuan titik terang dengan
melihat hubungan struktural antara demokrasi borjuis dan kapitalisme. Hubungan
ini menjadikan demokrasi liberal (borjuis) memiliki karakteristik tersendiri,
yakni keberadaannya hanya untuk melayani proses modal, untuk kepentingan
kapitalisme, dan tentunya, untuk merepresi kelas buruh dan mengelabuhi seluruh
rakyat yang tak berdaya. Dengan menggunakan perspektif modal, di bawah
demokrasi borjuis, politik bermakna komoditas, sesuatu yang bisa diperdagangkan.
Siapa yang bisa membeli dengan harga tinggi, dialah yang akan mendapatkannya;
dan siapa yang telah mendapatkannya, dialah yang berhak meraup keuntungannya,
entah dengan korupsi, manipulasi anggaran, menyalahgunakan jabatan, dan
lain-lain. Logikanya, dengan biaya yang mahal dalam memenangkan pertarungan
politik menuju kursi kekuasaan, sangat tidak mungkin tidak berpikir untung
rugi; sangat tidak mungkin kekuasaannya bertujuan untuk membangun kesejahteraan
rakyat.
Dalam buku “evaluasi kritis penyelenggaraan PILKADA di
Indonesia” ada penjabran menarik yang penulis kutip yakni tentang factor
penyebab mahalnya ongkos calon gubernur. Ada 3 faktor : pertama, pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung
diharuskan membeli partai politik sebagai kendaraan politik. Partai politik
yang akan dijadikan kendaraan dalam Pilkada mengharuskan pasangan calon untuk
menyetor dana sumbanyan hingga miliaran rupiah. Dari beberpa sumber media
online[2] menyebutkan “biaya mahar ke PARPOL” yang biasanya telah di
tentukan oleh parpol. dalam. amanat UU No 32 Tahun 2004 pasal 59
ayat 1 ”peserta pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah adalah pasangan calon diusulkan secara berpasangan oleh partai
politik atau gabungan partai politik”. Ketentuan
tersebut mensyaratkan semua calon kepala daerah harus melalui partai politik.
Hal inilah yang menyebabkan ongkos sewa perahu partai menjadi mahal, dan
menjadi dilemma tersendiri apakah memakai partai politik dengan ongkos yang
mahal ataua calon independen tetapi tidak punya mesin penggerak massa. Ini akan
berpengaruh di hasil akhir kompetisi PILKADA. Bagi sebagian calon yang
notabennya adalah pengusaha atau mantan pejabat, maka tidak tangung-tangung
memakai kendaraan partai politik.
Kedua, model kampanye politik yang di lakukan oleh pasangan calon
membutuhkan banyak biaya. Misalnya biaya
percetakan atribut kampanye seperti baliho, spanduk, poster, kaos ataupun biaya
iklan di media massa baik di cetak maupun elektronik seperti Televisi.
Ketiga, untuk membujuk pemilih biasanya menggunakan praktek politik
uang. Ini biasanya terjadi menjerang hari pencoblosan. Di mana para kandidat
membagi-bagikan uang agar pemilih mau mencoblos dirinya. Budaya beli suara ini
telah menjadi hal biasay, bahkan rakyatpun tunggu di beri uang alias di beri
suara. Fenomena ini pada umumnya berlaku di kalangan masyarakat menengan
kebawah atau masyarakat yang hidup di garis kemiskinan. Di mana uang sangat
mereka butuhkan. Maka siapa yang mampu membagi-bagikan uang, maka suaranya akan
jatuh ke tangannya. Sistem ini cukup berhasil. Untuk itu menjadi tanggungan
besar bagi calon gubernur untuk mengumpulkan dana agar dapat membeli suara
rakyat.
Dalam analisa penulis ada 2 Faktor penyebab lainnya
yakni keempat, pemobilisasi massa, di
mana di perlukan transportasi sehingga biaya transportasi cukup besar di
perlukan. Mobilisasi massa dapat juga di lakukan dengan parade atau konvoi
keliling kota. Kelima, biaya honor
saksi di tiap TPS (tempat Pengumutan Suara). Di era sekarang setiap orang yang
bekerja butuh di bayar. Bahkan tim suksesnya pun ada gajinya. Ini tentunya
memerlukan biaya juga. Begitu banyak TPS dan anngota tim sukses menyebabkan
perlu logistik yang dua kali besarnya agar bisa berjalan optimal.
Dana PILKADA
Pemilihan kepala Daerah merupakan
pesta besar bagi provinsi. Sehingga
penyelenggaraannya pasti membutuhkan dana yang besar, namun di balik itu,
justru yang mengeluarkan dana paling besar adalah para kandidatnya. Disini uang
mempunyai peranan sentral dalam merebut jabatan sebagai Gubernur dalam
PILKADA. Uang menjadi penentu siapa yang
paling kuat. Dengan uang, kandidat akan lebih percaya diri dalam menarik massa.
Menurut Herbert E. Alexander[3]
tentang pengaruh uang dalam politik, uang adalah instrument atau alat yang
memiliki arti penting untuk mengetahui bagaimana ia digunakan orang untuk
mencoba mendapat pengaruh, atau di ubah menjadi sumberdaya-sumberdaya yang
lain, di pergunakan secara berkombinasi dengan sumberdaya yang lain dalam rangka meraih kekuasaan politik. Lebih lanjut menurut Herbert E. Alexander, uang adalah sebuah keuntungan nyata dalam
Politik. Uang bisa memperkuat pengaruh
politik bagi mereka yang memilikinya atau bagi mereka yang memiliki wewenang
untuk mendistribusikannya.
Sumber-sumber Pendanaan PILKADA CAGUB
Kalau berbicara dana dalam setiap kampanye CAGUB dari sejak
pemilihan langsung Gubernur dari pasca reformasi tahun 1999- 2013, sungguh
banyak peristiwa maupun fakta-fakta yang bertebaran tentang aroma uang yang
mengalir. Namun, banyak ketidak jelasan sumber uang yang masuk dalam pendanaan
para kandidat. Ada yang mengungkapkan secara terang-terangan, ada yang berusaha
menutupi perihal jumlah dan sumber dana kampanyenya. Dalam tulisan ini penulis
lebih menfokuskan pembahasan pada pilkada Gubernur di sejumlah provinsi yang
baru-baru ini sudah berlangsung maupun yang akan berlangsung. Yakni di DKI
Jakarta, Provinsi Jawa Barat, sumatera
utara, Kalimantan Barat dan Jawa Tengah.
PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2012
Nama
pasangan calon
|
Jumlah
pemasukan
|
SUMBER
DANA
|
Joko
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama
|
Rp
27,5 M
|
-
Sumbangan
partai politik,
-
sumbangan
perusahaan/badan usaha,
-
sumbangan
pasangan calon,
-
sumbangan
perseorangan.
|
Fauzi
Bowo- Nachrowi Ramli
|
Rp
62,6 M
|
-
Dana
pribadi,
-
sumbangan
perseorangan,
-
sumbangan dari badan hukum[4]
|
Alex
Noerdin- Nono Sampono
|
Rp
24,6 M
|
-
Dana
pribadi
-
Sumbangan
partai politik
-
Sumbangan
perseorangan
-
Sumbangan
perusahaan/badan usaha
|
Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini
|
Rp
21,5 M
|
-
Sumbangan
kader partai[5]
-
Sumbangan
partai politik
-
Sumbangan
dari pasangan calon
-
Sumbangan
dari PT/badan usaha/ jasa Bank
|
Faisal Basri-Biem Benyamin
|
Rp
4,1 M
|
-
Sumbangan
dana dari pasangan calon
-
Sumbangan
perseorangan
-
Sumbangan
badan hokum swasta
|
Sumber : kompas.com/Rabu, 25 Juli 2012
Dapat di
lihat bahwa, pasangan Fauzi Bowo- Nachrowi Ramli yang paling banyak
mengeluarkan Dana kampanye di banding calon lainnya. Hal ini dapat di lihat
dari iklan politiknya di sejumlah media massa atau Televisi swasta yang begitu
intens di lakukan. Menurut pernyataan Tim Advokasi Hukum fauzi bowo Dasril
Affandi kepada wartawan, persumbangan
dana kampanye sebesar Rp33 miliar yang berasal dari kocek pribadi fauzi bowo
dan Nachrowi juga sah secara hokum karena Pasangan calon tidak dibatasi untuk
memberikan sumbangan pribadi untuk dana kampanye sendiri. Hal ini lah yang
harus di evaluasi oleh penyelenggara PILKADA, mengenai pembatasan Dana
kampanye. Mahalnya ongkos Pilkada akan memicu timbulnya korupsi.
PILKADA JAWA BARAT
Nama
pasangan calon
|
Jumlah Pemasukan
dana kampanye
|
Ket
|
Sumber
Dana
|
Ahmad Heryawan-Deddy Mizwa
|
Rp 25-30 miliar
|
-
Dana pribadi
-
Sumbangan kader partai
|
|
Rieke Diah Pitaloka -Teten Masduki
|
Rp. 1 Miliar lebih
|
-
Dana pribadi,
-
Sumbangan kader
-
Masyarakat umum
|
|
Dede Yusuf
– Lex Laksamana
|
Diatas Rp. 1 Miliar lebih
|
merdeka.com
|
-
Dana pribadi
-
sumbangan
|
Biaya mahal
yang di keluarkan oleh calon Gubernur
masih lebih fantastik jika di banding biaya Mahal yang di anggarkan untuk
penyelenggaraan Pemilu kada di tingkat provinsi tahun 2013 yakni Rp 1,4
Triliun[6].
biaya mahal beberapa kandidat juga di karenakan ongkos menarik simpatik
masyarakat dengan melakukan kampanye terbuka dan tertutup dan juga iklan
kampanye di media televisi yang memakan biaya cukup besar. Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar misalnya yang melakukan iklan kampanye dimedia
televisi. Ini memakan biaya yang cukup besar. Terlebih lagi dengan mengundang
sejumlah artis dan group band dalam memeriahkan kampanye. Baiaya pendukung
untuk menyewa artis ibukota menjadi bagian dari dana kampanye.
PILKADA SUMATERA UTARA
Nama
pasangan calon
|
Jumlah
dana kampanye yang di keluarkan
|
Sumber
dana
|
Gatot
Pujo Nugroho-Tengku Erry
|
Rp 20,167 miliar[7].
|
- dana dari pasangan
calon sebesar Rp 2 ,1 Miliaran,
- sumber dana dari
partai politik Rp 13, 9 M
- sumber dana dari
sumbangan perseorangan Rp 4 ,17 M
|
Gus
Irawan Pasaribu-Soekirman
|
Rp 17,913 miliar -[8]
|
- Rp 10 miliar berasal dari Gus Irawan sendiri,
Soekirman menyumbang Rp 500 juta.
- sumbangan dari badan hukum, antara lain
berasal dari PT Junjung Drajat sebesar Rp 300 juta, dan dari PT Benezta Rp
325 juta.
|
Amri
Tambunan dan RE Nainggolan
|
Rp5,230 miliar[9]
|
-
Amri Tambunan
menyumbang sebesar Rp 900 juta, sementara RE Nainggolan memberikan dana
sebesar Rp 1,6 miliar.
-
badan hukum yang
menyumbang antara lain CV Mandiri Tetap Berkarya Rp 320 juta, dan PT Brastagi
Cottage Rp 300 juta.
|
Effendi
Simbolon-Jumiran Abdi
|
Rp4,996 miliar.[10]
|
-
sebanyak Rp 100 juta
dana itu berasal dari pasangan calon, yakni Effendi Rp 50 juta dan Jumiran
juga menyumbang Rp 50 juta.
-
sumbangan pribadi
sebesar Rp 3,6 miliar, termasuk di antaranya Rp 50 juta dari Panda Nababan,
Ketua PDI Perjuangan Sumut.
|
Pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry
Nuradi (Ganteng), menerima sumbangan dana kampanye sebesar Rp 20,2 miliar.
Sumber dana pasangan ini terutama berasal dari sumbangan partai. Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di kabupaten dan kota menyumbang
dengan dana yang lumayan. Misalnya DPD PKS Medan menyumbang Rp 850 juta, DPD
PKS Labuhan Batu Rp 725 juta, PKS Labuhan Batu Selatan Rp 575 juta dan DPD PKS
Samosir Rp 75 juta. Sedangkan Gatot pribadi menyumbang Rp 716 juta, dan Tengku
Erry Rp 545 juta untuk kepentingan kampanye.
PILKADA
KALIMANTAN BARAT
Nama
Pasangan Calon
|
Jumlah
dana Kampanye yang di keluarkan
|
Sumber
dana
|
Cornelis-Cristiandy (CC)
|
Rp 9,519 M
|
Sumbangan PDI Perjuangan sebesar Rp7,47 miliar
|
Arafah
|
Rp 765 Juta
|
terdiri dari pasangan
calon Rp350 juta dan sumbangan perorangan Rp215 juta.
|
Morkes-Burhan (MB)
|
Rp 5,4 M
|
Sebesar Rp5,4 miliar semuanya berasal dari
pasangan calon.
|
Tambul-Barnabas
|
Rp 1,8 M
|
Penerimaannya Rp1,801 miliar berasal dari
pasangan calon Rp1,651 miliar dan sumbangan perseorangan Rp150 juta.
|
Berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik
(KAP) terhadap dana kampanye dari empat pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Kalbar, pasangan incumbent Cornelis-Christiandy Sanjaya (CC)
menghabiskan dana kampanye terbanyak. Kemudian diikuti pasangan Morkes
Effendi-Burhanuddin A Rasyid (MB). Urutan ketiga pasangan Abang Tambul
Husein-Pdt Barnabas Simin (Berkibar). Sedangkan Jenderal Angkasa Armyn
Alianyang-Fathan A Rasyid (Arafah), pasangan calon yang paling sedikit
menghabiskan dana kampanye. Dan berdasarkan hasil akhir perolehan suara, pasangan yang
mengeluarkan ongkos paling mahal yakni Cornelis-Christiandy Sanjaya memperoleh
suara 52,13 persen. Bahkan pasangan ini
meraih suara terbanyak di 10 kabupaten/kota dari 14 kabupaten/kota[11].
PILKADA JAWA
TENGAH
Pilgub Jateng akan digelar 26 Mei 2013 beredar isu bahwa Para calon
gubernur setidaknya harus mampu menyediakan dana minimal Rp 100
miliar. Direktur Lembaga Pengkajian dan Survei Indonesia M.
Yulianto menilai satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan maju
dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Tengah membutuhkan dana minimal Rp200
miliar. Hal ini di perinci dalam berbagai sumber yang berhasil penulis rangkum.
Kebutuhan
seputar PILKADA Jawa Tengah :
Nama
kebutuhan
|
Jumlah
satuan
|
Total anggaran
|
Kaos untuk 12
juta pemilih
|
10.000/satuan
|
Rp 120 M
|
Honor saksi di TPS di 60.000 TPS
|
100.000/orang
|
Rp
12 miliar- 25 Miliar
|
biaya kampanye di 35 kabupaten dan kota
|
|
Anggaran minimal Rp 50
miliar,
|
Arus deras
uang yang di keluarkan dalam Pilkada Gubernur menunjukan bahwa uang mempunyai
kuasa dalam menentukan kemenangan. Sehingga dapat di lihat bahwa pada umumnya
pasangan calon gubernur pasti menggandeng pengusaha untuk di jadikan wakil
gubernur atau sebaliknya. Contoh saja, Joko widodo dan Basuki Tjahaja Purnama
dimana Basuki adalah seorang pengusaha. Ahmad
Heryawan-Deddy Mizwar, di mana Deddy Mizwar adalah seorang sutradara dan artis
terkenal. Secara umum, sumber pendanaan di dapat dari donator, dana pribadi dan
investasi pengusaha. Hal ini langsung masuk ke tim sukses kandidat, tidak di
kelolah di partai, karena kandidat juga membayar partai politik, dana inilah
yang akan di gunakan dalam PILKADA. berikut Hubungan uang dan proses biaya
politik PILKADA :
Donatur
|
Investasi pengusaha
|
Bayar partai
|
Beli suara
|
Pengaturan dana kampanye ????
|
KAMPANYE
|
Honor saksi Di TPS
|
Calon Gubernur/Partai Politik
|
Dana Pribadi
|
Bagan di
atas menunjukan bahwa dana yang masuk di kantong seroang gubernur begitu besar
terlebih lagi dengan investasi pengusaha, di mana ada kontrak politik sehingga
segala kebutuhan kampanye, honor saksi atau beli suara bisa di penuhi oleh sang
insvestor. Setelah dana di terima maka
tim sukses akan bekerja menghabiskan uang yang telah di terima guna mencari
massa sebanyak-banyaknya. Semua itu di
tanggung di bebankan kepada pasangan calon gubernur dan tim suksesnya. Sungguh
memberatkan. Hasil akhir dari semua itu adalah apakah calon gubernur tersebut
terpilih atau tidak. Jikalau terpilih maka ongkos yang telah di keluarkan akan
memicu keinginan untuk balik modal, pertanyaanya, bagaimana caranya
mengembalikan uangnya yang begitu besar, seperti yang telah di jelaskan di
atas, bahkan toatal gaji selama 5 tahun pun belum tentu mencapai 60 M.
Miliaran uang berputar dalam beberapa PILKADA
yang telah penulis uraikan di atas menunjukan tidak adanya pengawasan ketat
terjadi implementasi pengaturan dana kampanye. Tidak ada konsekwensi yang tegas
jika kandidat melanggaran ketentuan tersebut. Padahal sangat urgent memaknai pengaturan dana
kampanye. Arti penting pengaturan dana kampanye sebagaimana penulis kutip dari
ICW 2012 bahwa :
pertama pengaturan
ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat ukur untuk menilai apakah aspek
akuntabilitas pendanaan di dalam kampanye Pemilu sudah berjalan secara
transparan dan akuntabel dalam kontestasi pemilu kedepan. Kedua,
Selain itu, adanya pengaturan dana kampanye juga untuk menunjukan apakah Pemilu
telah mampu menciptakan persaingan yang sehat (fairness) dan terbebas
dari praktek transaksi-transaksi mencurigakan dalam pengumpulan pendanaan. Ketiga, pengaturan dan pelaksanaan dana
kampanye yang transparan dan akuntabel merupakan prasyarat penting dalam
membangun kualitas dan integritas proses pemilu yang diselenggarakan. Keempat, dalam konteks korupsi politik,
persoalan dana kampanye menjadi alat konfirmasi apakah posisi-posisi baru yang
dihasilkan oleh Pemilu berpotensi menciptakan mekanisme politik yang bersih
atau sebaliknya, justru tersandera oleh praktek-praktek korupsi akibat kooptasi
pemodal politik yang sangat dominan dalam pemilu .
Lemahnya pengaturan
dana kampanye ini dan ketidak tegasan sanksi yang di berikan menyebabkan
miliaran uang berputar di PILKAD seperti sebuah pasar yang dapat melakukan apa
saja untuk keuntungan politik.
Biaya PILKADA GUBERNUR
Wacana biaya
mahal menjadi calon Gubernur bukanlah menjadi rahasia partai saja, tetapi telah
menjadi rahasia umum. Bahkan nominalpun sering di sebutkan oleh partai dan di
sebutkan dalam sistem paket. Sungguh fantastic, dimana calon gubernur sudah
seperti barang dagangan yang siap di beli dalam ukuran paket. Sebagaimana yang
penulis kutip dalam “talk show Mata
Najwa” [12]
di metro tv, mengungkapkan :
Sunatra, ketua tim Pemilukada DPD
Partai Gerindra Jawa Barat, mengungkap besarnya biaya yang harus disiapkan sang
calon untuk maju sebagai Gubernur Jawa Barat. Bahkan, Sunatra mengungkap adanya
berbagai paket untuk sang calon. Yakni mulai paket ‘nekat’, paket ‘hemat’,
hingga paket ‘timbel komplit”. Biaya paket yang dikeluarkan minimal Rp 8 - 16 M untuk paket hemat dan
minimal untuk paket timbel komplit adalah Rp
430 M.
Satu contoh
partai politik di atas sekilas telah memberikan kita pemahaman bahwa dari internal
partai saja telah di patok biaya dalam mengusung pasangan calon. Ini sungguh
tragis, dimana partai politik yang secara hakikinya sebagai berperan dan
berfungsi untuk sosialisasi politik, memberikan pendidikan politik tapi justru
mempraktikkan politik uang yang sungguh besar jumlahnya. Angka 430 Miliar
sungguh tidak rasional. Bahkan jika di kalkulasi, jumlah total gaji dalam 5
tahun masa jabatan belum tentu mengembalikan semua dana yang di keluarkan pada
masa kampanye. Contohnya penghasilan gubernur di Jawa Tengah selama lima tahun
ternyata tidak sampai sebesar Rp 40 miliar. Kalau dihitung cermat, gaji,
tunjangan dan insentif gubernur di Jateng per tahunnya hanya Rp 7,5 miliar atau
Rp 627 juta per bulan[13].
Dalam penulusuran kompas[14] di ketahui Biaya survei pemilih tingkat provinsi berkisar Rp
100 juta-Rp 500 juta. Ongkos iklan politik calon gubernur melalui berbagai
media massa berkisar Rp 1 miliar-Rp 5 miliar per bulannya. nBiaya pencitraan
figur calon gubernur mencapai Rp 20 miliar. Untuk biaya konsultasi politik,
seorang kandidat peserta pemilu gubernur bisa membayar hingga Rp 40 miliar.
Walaupun biaya yang dikeluarkan sangat besar, kandidat itu bisa gagal dalam
pilkada. Besarnya biaya konsultasi itu tidak menjadi jaminan kemenangan
kandidat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar